Kegiatanku
Pada tanggal 1, 2, 3, kami yaitu orang-orang kristen mengikuti acara SIL. SIL adalah Sekolah Injil. Pada tanggal 1, kami pergi ke Gereja GKKAI. Disana Kami mendengarkan firman Tuhan. Kemudian kami diajak untuk menonton Film yang menceritakan bagaimana besarnya firman Tuhan itu dan ajaibnya Tuhan Yesus Kristus itu.
Pada tanggal 2, kami mengadakan acara yang sama. Pokoknya seru loh.
Pada tanggal 3, ini adalah acara yang paling seru tapi melelahkan. Acara ini beda dengan acara yang kemarin. Kami diajak untuk outbond di Rayon. Seru banget loh. Kami diberikan sebuah peta, tas dari karung, dan botol aqua yang besar tapi botol aquanya harus sisa setengah. Bayangkan, jauhnya perjalanan tapi botol aquanya harus sisa setengah. Tapi walaupun begitu, kami tetap senang kok.
Falsafah dan makna puasa
Puasa adalah kewajiban universal untuk setiap umat manusia dan setiap agama memiliki syariat atau tatacara melakukan puasa. Dan kita sebagai umat islam dan umat Nabi Muhammad SAW meyakini sepenuh hati bahwa puasa adalah kewajiban yang telah disyariatkan untuk setiap muslim/mukmin.
Setiap perintah Tuhan yang telah disyariatkan mengandung konsekwensi logis untuk ditunaikan sebagai sebuah kewajiban dan akan mendapatkan pahala sebagai balasannya bila ditunaikan dengan hati yang tulus dan penghambaan kepada Tuhan yang mahaesa.
Puasa bukan sekedar kewajiban rutinitas tahunan, bersyaum, tahan lapar dan berbuka, dan setelah itu tidak berbekas pada psikologis spiritual kedirian, dan juga tidak berpengaruh pada rasa kesadaran social kemasyarakatan, tapi puasa adalah kewajiban yang mesti menggugah kesadaran kesejatian diri kemanusian, ketiggian bertauhid, ketinggian moral, ketinggian akhlak, ketinggian kepedulian dan kontribusi pada social kemasyarakatan dalam rangka amar ma'ruf dan nahil mungkar.
Puasa sebagai bentuk pendidikan
Puasa merupakan satu cara mendidik individu dan masyarakat dalam mengontrol berkehendak dan berkeinginan dengan pendidikan yang mantap. Tidaklah seorangpun yang berpuasa itu kecuali berusaha mengalahkan kesenangan dari dirinya walaupun diperbolehkan sehingga ia mampu mengalahkan kesenagan yang diharamkan. Ia sedang sadar meninggalkan makanan dan minuman sehingga ia mampu bersabar dan menahan rasa lapar dan haus, walaupun dirasakan amat berat.
Kekuatan kesejatian diri seseorang adalah sejauh mana kemampuan dalam mengontrol dirinya, control hawa nafsunya, dan control egoismenya. Penghambaan kepada Tuhan mensyaratkan bahwa segala aktifitas, kehendak dan keingianan selalu berorientasi pada ketulusan mencari keridhoan Tuhan semata.
Puasa merupakan bentuk kewajiban yang bersifat amali (konkret) bagi suatu sikap kebersamaan yaitu kasih sayang islami. Orang islam bersama-sama merasakan lapar, haus, kenyang dan tidak ada yang istimewa bagi perut bagi seorang islam. Ketika sebelum Ramadhan, seseorang belum merasakan lapar, maka di bulan Ramadhan pasti merasakan lapar dan pedihnya kefakiran.
Puasa sebulan penuh mesti membawa dampak ketinggian moral, rasa solidaritas kemanusiaan, rasa persaudaraan kemanusiaan yang amat dalam, kematangan spiritual dan pendakian spiritual kerahiban Allah SWT. Ketinggian moral dan tanggung jawab pada Allah SWT, karena ibadah puasa tidak ada satupun yang tahu apakah kita berpuasa atau tidak, kecuali diri kita dan Allah SWT. Kelaparan, kehausan dan ketidakberdayaan atas kefakiran, menggugah nurani bagi setiap yang berpuasa , bahwa manusia punya perasaan yang sama bila dilanda atau mengalami hal yang sama. Perasaan yang sama itulah yang dapat membuat kebersamaan kemanusiaan, melahirkan cinta-kasih pada sesama, tanpa memandang ras, warna kulit dan agama sekalipun.
Kalau setiap hari ada waktu istimewa di sisi Tuhan yaitu di 2/3 malam, setiap minggu ada hari istimewa yaitu hari jum'at dan setiap tahun ada bulan istimewa yaitu bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan sebagai bulan penuh berkah, tentu amalan-amalan kita di bulan Ramadhan akan dibalas dengan istimewa disisi Tuhan dengan berlipat ganda. Karena mengandung istimewa, mesti menggugah kesadaran semangat kita untuk berlomba-lomba dalam memperbanyak, baik amalan ibadah ritual maupun amalan ibadah social
Semangat dan kebiasaan dalam bulan suci Ramadhan, membentuk karakter dan mental untuk tetap konsisten dan istiqamah dalam sebelas bulan berikutnya.
Tapi apapun amalan-amalan dibulan suci ramadhaan, semuanya akan kembali pada kualitas kesadaran pengahambaan dan kualitas ketulusan ,kedalaman pemahaman akan makna-makna bathin dari ibadah ritual, sangat menentukan segalanya. Karena itu, yang sampai pada sisi Allah adalah niat kita (makna bathin) bukan materi atau bentuk lahiriah dari sebuah peribadatan kita.
Allah berfirman yang artinya:
"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik, (QS: Al Hajj: 22:37).
Demikianlah betapa Allah dan Rasul-Nya telah begitu memuliakan dan mengistimewakan bulan Ramadlan dan puasa di dalamnya. Pertanyaannya, bagaimana dengan sikap kita terhadap puasa Ramadlan? Bagaimana kita memberi makna terhadap puasa Ramadlan yang sedemikian mulia itu? Keistimewaan-keistimewaan puasa di atas merupakan sudut pandang Allah, lalu bagaimana dengan sudut pandang kita? Bukankah kita harus memaknai semua hukum Allah dengan bahasa kita sendiri? Bila tidak maka kehilangan makna menjadi keniscayaan dari puasa dan seluruh keberagamaan kita.
Ya, kemampuan memberikan makna, inilah yang menjadi krisis paling menyedihkan di jaman ini. Kemampuan memberikan makna yang oleh Danah Zohar dan Ian Marshal disebut sebagai Spiritual Quotient (kecerdasan spiritual) yang merupakan sumber dan puncak dari segala kecerdasan (The Ultimate Intellegences). Kecerdasan spiritual tidak sama dengan beragama, walaupaun agama bisa menjadikan kecerdasan spiritualitas menjadi mungkin (bahkan mungkin) perlu, demikian kata Danah Zohar. Karenanya kita telah banyak menyaksikan fenomena beragama yang hampa dari spiritualitas. Padahal menurut Mimi Doe spiritualitas adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral dan rasa memiliki. Spiritualitas memberi arah dan arti pada kehidupan (Mimi Doe, 10 Principles for Spiritual Parenting; Nurturing Your Child’s Soul hal. 20)
BILA IBADAH TANPA SPIRITUALITAS
Dalam tradisi Islam sesungguhnya tema spiritualitas bukanlah hal yang baru. Bahkan banyak kalangan telah melihat, meyakini dan merasakan kekayaan spiritualitas dalam ajaran Islam. Khusus tentang spiritualitas ibadah Imam Abu Hamid Al-Ghazali telah tampil sebagai pelopornya. Imam Ghazali bisa dikatakan sebagai orang pertama yang mengawinkan fiqih sebagai aspek dzahir ibadah dengan spiritualitas sebagai aspek batin ibadah. Atau dalam bahasa kaum sufi, mengawinkan syariat dengan hakikat. Dalam karyanya yang sangat fenomenal, Ihya ‘Uluumiddin, Al-Ghazali dengan brilian menggali khazanah spiritualitas dalam ranah ibadah, mua’malah, munakahat, dan jinayat. Spritualitas oleh Al-Ghazali dikenalkan dengan istilah Asraar Ath-Thaharah, Asraar Ash-Shalat, Asraar Ash-Shoum, dan seterusnya. Jadi bagi kaum muslimin sesungguhnya spiritualitas ibadah ini bukan hal baru, tetapi sudah lama terlupakan dan terabaikan.
Ibadah tanpa spiritualitas adalah ibadah tanpa memahami maknanya. Ibadah tanpa pemahaman untuk apa dan mengapa sebuah perintah ada. Ibadah yang nilai-nilai positifnya tidak dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dan inilah gejala yang akan muncul bila ibadah tanpa spiritulitas
1. Ibadah hanya dianggap kewajiban dan kebiasaan bukan sebagai kebutuhan dan kesadaran. Akibatnya seseorang akan merasa terbebani dan berat untuk bangkit ibadah. Kalaupun bangkit ibadah itu hanya karena gerak refleksnya saja dari alam bawah sadar, tidak jauh berbeda dengan robot.
2. Aktifitas ibadah hanya menjadi rutinitas yang teknis, ritual dan administratif. Ibarat pekerja kantoran, asal sudah mengisi daftar hadir ia merasa sudah memenuhi kewajiban sehingga tidak peduli dengan kualitas pekerjaan yang digelutinya. Begitu pula ibadah, asalkan sudah selesai puasa ia tidak peduli lagi seberapa bernilai puasanya itu. Inilah yang akan terjadi, mental asal-asalan.
3. Ibadah hanya dianggap berkaitan dengan masa depan (akhirat), terlepas dari aktualisasi nilai-nilai positifnya di masa kini (kehidupan dunia). Padahal The Ultimate Goal dari ibadah adalah pembentukan budi pekerti yang mulia (makaarimul akhlak) seperti yang menjadi misi dakwah Nabi saw. Pelaku ibadah semacam ini mampu menjalin hubungan baik dengan Allah saja, sementara dengan sesama dan alam sekitar tidak. Inilah yang dalam istilah Ary Ginanjar Agustian disebut dengan sekuler kanan.
4. Dan bila ini menimpa puasa, maka puasanya hanya cangkang tanpa isi, hanya raga tanpa jiwa, dan akhirnya tidak akan dilirik Allah. Allah tidak butuh dengan puasa seperti itu
SPIRITUALITAS PUASA
Memahami begitu pentingnya spiritualitas dalam menjalani kehidupan ini, dan betapa buruknya akibat yang terjadi bila menjalani hidup tanpa spiritualias maka menangkap makna dan spiritualitas menjadi kebutuhan kita yang tidak biasa ditawar-tawar lagi. Spritualitas puasa ini setidaknya terangkum dalam poin-poin berikut:
Pertama, puasa adalah pembebasan dan pengendalian diri dari belenggu ego duniawi dan nafsu batiniah. Dalam tataran lahiriah yang kasat mata puasa tidak menampakkan aktivitas apapun. Ia hanya diam, atau meminjam istilah Al-Ghazali, kaffun wa tarkun. Tetapi dalam tataran jiwa yang intrinsik dan metafisik sungguh di dalamnya terjadi pergerakan dan pergolakan yang dahsyat. Tengah terjadi upaya pembebasan diri dari belenggu duniawi yang disimbolkan dengan makan, minum, dan seks. Ego duniawi inilah yang selama ini mengubur dan memupus benih-benih spiritualitas yang telah Allah ilhamkan ke dalam sukma setiap manusia. Bila paradigma materialisme seperti ajaran Maslow mengajarkan bahwa makan, minum, dan seks adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebelum kebutuhan lain, maka spiritualitas puasa mengajarkan sebalikanya.
Makan, minum dan seks adalah kebutuhan pertama yang harus dikendalikan. Bila ketiganya telah terkendali dengan baik maka tangga menuju kebutuhan di level berikutnya akan dengan mudah di raih. Dengan kata lain, meninggalkan makan, minum, dan seks selama puasa sesungguhnya hanyalah jembatan dan senjata, bukan sasaran dan tujuan akhir. Itulah karenanya Rasulullah memperingatkan kita, banyak orang yang puasa tetapi tidak mendapat nilai apapun kecuali derita lapar dan dahaga.” Puasa semacam ini adalah puasa yang hanya meninggalkan makan, minum dan seks, tetapi tidak mampu meninggalkan nafsu liar lainnya. Hanya sampai di jembatan masih jauh dari kota tujuan. Hanya memegang senjata tetapi tidak menembak sasaran. Hanya membanggakan symbol tetapi melupakan esensinya.
Karena meninggalkan makan yang membuahkan lapar, minum yang membuahkan haus, dan seks yang mebuahkan kesendirian, adalah senjata dalam berpuasa maka tidak selayaknya ketiga hal tersebut ‘direkayasa’ supaya hilang dan tidak terasa. Merekayasa puasa supaya tidak terasa lapar, haus dan sendirian baik dengan suplemen obat, memperbanyak tidur dan mandi di siang hari, atau bentuk-bentuk lainnya adalah upaya memberangus spiritualitas puasa. Dalam tataran fiqih Al-Ghazaali mengingatkan ha tersebut makruh dilakukan. Justru inilah rahasia dan spiritualitas puasa tetap beraktifitas normal dalam keadaan haus, lapar dan kesendirian. Bermalas-malasan dengan dalih puasa adalah sikap yang bersebrangan dengan spiritualitas puasa itu sendiri.
FENOMENA BADAR DAN FUTUH MEKAH
Spiritualitas puasa semacam ini dapat dilihat dari fakta sejarah yang dilakoni Rasulullah saw dan para sahabatnya. Ketika itu saat puasa baru pertama kali diwajibkan kepada kaum muslimin pada tahun 2 Hijrah, tepat pada tanggal 17 Ramadlan berkecamuklah peperangan yang amat dahsyat antara kaum muslimin di Madinah dengan Kufar Quraisy dari Mekah. Itulah perang Badar. Perang pertama dalam puasa pertama, sebuah fenomena yang menarik. Bayangkanlah fakta-fakta perang Badar berikut dan bandingkan dengan kondisi yang biasa dialami saat berpuasa; Jarak dari Madinah menuju Badar mencapi hamper 125 km dan kaum muslimin sebagian besar harus berjalan kaki, kaum muslimin berjumlah 313 orang sementara Kufar Quraisy berjumlah 950 orang. Bayangkan betapa berat perjalanan dan peperangan yang harus dihadapi dalam keadaan puasa Ramadlan. Tetapi dengan spiritualitas puasa yang sangat dipahami Rasulullah saw dan para sahabatnya kaum muslimin berhasil memenangkan peperangan tersebut. Inilah perang yang disebut-sebut sebagai momentum untuk menunjukkan eksistensi dan wibawa kaum muslimin yang sebelumnya dianggap lemah dan ditindas.
Bukan hanya perang Badar, pada Ramadlan 6 tahun kemudian, tepatnya tanggal 20 Ramadlan tahun 8 Hijrah terjadi peristiwa yang lebih hebat. Ketika itu 10 ribu orang dari kaum muslimim berjalan dari Madinah menuju Mekah. Jarak dari Madinah ke Mekah mencapai 450 km. Kaum muslimim yang langsung dipimpin Rasulullah saw bermaksud menaklukkan Mekah. Seluruh masyarakat Mekah gentar melihat pasukan muslimin yang begitu besar. Tetapi spiritualitas puasa telah melahirkan sikap humanis luar biasa dari pasukan kaum muslimin. Penaklukan Mekah terjadi tanpa pertumpahan darah setetes pun. Inilah Futuh Mekah yang menjadi awal kehancuran berhala dan paganisme di seluruh jazirah Arab dan akhirnya seluruh masyakat Arab masuk Islam dengan berbondong-bondong (QS 110; 1-3). Inilah warisan spiritualitas puasa yang telah mengantarkan kemenangan demi kemenangan yang di raih kaum muslimin.
PUASA MENELADANI ALLAH
Kedua, makna kedua yang terkandung dalam puasa adalah puasa sebagai pelatihan (training) untuk membentuk nilai-nilai dasar kehidupan dan meluruskan tujuan dasar hidup itu sendiri. Nilai dasar yang dimaksud adalah kemampuan membaca dan meneladani sifat-sifat Allah dalam kehidupan dunia ini. Puasa adalah jalan kea rah itu. Ketika kita tidak makan dan minum, tidak bergaul dengan isteri, sifat siapakah itu sesungguhnya? Siapakah sesungguhnya yang tidak butuh makan dan minum? Siapakah sesungguhnya yang tidak butuh isteri yang menemani? Bukankah ini semua sifat-sifat Allah? Jadi disadari atau tidak, pelaku puasa sesungguhnya sedang meneladani Allah. Peneladanan yang disadari itulah spiritualitas.
Penelitian psikologi modern telah menunjukkan hal ini. Daniel Goleman seorang ahli kecerdasan emosional telah melakukan riset tentang pengaruh puasa terhadap kepribadian seseorang. Riset yang dilakukan di Taman Kanak-Kanak Stanford terhadap anak-anak usia 4 tahun yang perkembangan terus dipantau sampai mereka dewasa dan masuk dunia kerja. Hasil penelitian Goleman menunjukkan bahwa anak yang mampu mengendalikan diri lewat puasa akan memiliki sifat-sifat kuat dan tahan menghadapi stres, sabar tidak mudah bertengkar, cerdas, mampu berkolaborasi dan bertanggung jawab. Mari perhatikan dengan seksama, siapakah sesungguhnya pemilik sejati sifat kuat, sifat sabar, sifat cerdas, sifat berkolaborasi, sifat bertanggung jawab itu? Bukankah itu adalah sifat Allah Qawiyy, Ash-Shobuur, Ar-Rasyiid, Al-Jami’, dan Al-Matiin? Inilah spiritualitas puasa yang terbukti secara ilmiah.
Berdasarkan uraian di atas, siapa saja yang berpuasa tetapi tidak berhasil meniru sifat-sifat Allah maka puasanya hanya berbuah lapar dan dahaga saja. Puasa yang kaya spiritualitas seharusnya adalah puasa yang menumbuhkan sifat jujur, tanggung jawab, visioner, kerja sama, disiplim, adil, peduli, dan sifat-sifat terpuji lainnya yang bersumber dari sifat-sifat Allah. Puasa yang spiritulis seperti ini sesungguhnya adalah training untuk melatih manusia supaya benar-benar siap menjadi wakil Allah di muka bumi yang menghargai dan menjunjung tinggi sifat-sifat-Nya. Di sini perlu ditekankan sekali lagi bahwa meninggalkan makan dan minum hanyalah umpan untuk munculnya sifat-sifat Tuhan dalam diri pelaku puasa, bukan tujuan akhir.
Setelah nilai-nilai dasar ini terbentuk maka radar hati pelaku puasa akan mampu menangkap bahwa arah dan tujuan hidup yang sesungguhnya adalah pengabdian kepada Allah. Puasa telah mengajarkan sepedih apapun penderitaan hidup tetapi bila disertai kesadaran mengabdikan hidup ini kepada Allah Sang Pencipta maka semuanya menjadi ringan bahkan menyenangkan. Inilah sesungguhnya puncak spiritualitas itu, memaknai semua kejadian dan aktifitas sebagi ketentuan Allah dan pengabdian kepada-Nya.
Bila spiritualitas puasa ini telah dipahami maka proses menjadi manusia bertakwa sebagaimana yang dijanjikan Allah dalam Al-Qur’an menjadi keniscayaan bagi pelakunya.
Makna Puasa
Puasa merupakan ibadah yang sarat dengan makna, tidak terkecuali bagi muslim generasi pop. Pertama, puasa sebagai kewajiban agama yang secara universal diwajibkan kepada kaum beriman. Berpuasa merupakan wujud ketaatan kepada perintah Tuhan. Pemahaman puasa masih sebatas law and order yang berimplikasi pada orientasi formalistis. Meskipun demikian, bagi kaum muda puasa bisa menumbuhkan kebanggaan dan percaya diri. Sebab, mereka merasa dirinya merupakan bagian dari komunitas muslim internasional yang secara serentak berpuasa di bulan Ramadan. Dalam konteks ini, puasa mampu menumbuhkan solidaritas kemanusian global, khususnya kepada sesama muslim. Pandangan mereka tentang Tuhan dan motivasi eksternal yang berasal dari keluarga, lingkungan pendidikan serta masyarakat merupakan faktor penting yang mempengaruhi komitmen, konsistensi ataupun makna berpuasa. Penciptaan kondisi dalam tiga lingkungan pendidikan tersebut merupakan prasyarat penting tumbuhnya kesadaran berpuasa di kalangan kaum muda. Kehadiran orang tua sebagai panutan atau guru juga sangat penting bagi para remaja.
Kedua, puasa sebagai tradisi keagamaan. Meskipun puasa merupakan ibadah, pelaksanaan puasa tidak bisa dilepaskan dari tradisi masyarakat muslim. Tradisi dugderan (Semarang) atau dandangan (Kudus) yang dirayakan menyambut Ramadan, tidak semata-mata merupakan peristiwa budaya tetapi juga ritual-spiritual. Begitu pula dengan pembacaan tarhim di tengah malam menjelang waktu sahur. Meskipun tidak memiliki landasan syariah, tidak mudah untuk merubah apalagi menghilangkan tradisi-tradisi lokal tersebut. Sangat sulit melarang masyarakat menyalakan mercon merupakan salah satu bukti susahnya merubah tradisi. Mercon merupakan bagian ritual yang melekat dengan puasa pada bulan Ramadan.
Dalam konteks tradisi keagamaan, puasa bagi muslim generasi pop merupakan fun. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika muslim generasi pop berpuasa meniru para artis idola atau mengikuti kebiasaan teman pergaulan dengan tetap tampil funky. Puasa sebagai syariat memang tidak bisa dan tidak boleh berubah. Namun, ekspresi keagamaan yang menyertai puasa bersifat dinamis. Seiring dengan kematangan psikologis, kaum muda akan memahami makna puasa dan membedakannya dengan tradisi.
Ketiga, puasa sebagai aktualisasi diri dan pembentukan karakter. Secara normatif, berpuasa bisa membentuk kepribadian yang sabar, tahan uji, dan jujur. Dalam sebuah hadist, Rasulullah menganjurkan pemuda dewasa yang telah mampu untuk bersegera menikah. Bagi yang sudah mencapai masa dewasa tetapi belum mampu, Rasulullah memerintahkan mereka berpuasa. Dengan itu, manusia mampu mengontrol nafsu seksual sehingga terhindar dari perzinahan. Pergaulan yang semakin bebas, pergeseran nilai-nilai permisif dalam masyarakat, pornografi ataupun pornoaksi yang tidak terkontrol, membuat kaum muda menjadi kelompok paling rentan terhadap perilaku seksual di luar pernikahan.
Puasa melatih manusia untuk mengontrol amarah. Marah memang tidak membatalkan puasa, tetapi mengurangi kesempurnaan berpuasa. Karena itu, Rasulullah mengajarkan kepada kaum muslim yang berpuasa untuk tidak mudah terpancing dengan provokasi orang lain, tidak membalas kemarahan dengan kemarahan melainkan dengan mengucapkan:inni shaim. Pernyataan ini merupakan proses kesadaran diri. Secara psikologis, kaum muda cenderung mudah tersinggung dan marah. Perilaku ini sering kali didorong oleh keinginan pembuktian kemampuan diri, solidaritas, dan kepahlawanan. Di sinilah arti penting puasa bagi kaum muda. Seandainya kaum muda mampu menghayati makna menahan amarah dengan berpuasa, perkelahian, tawuran dan berbagai tindak kekerasan bisa ditekan.
Melihat semangat kaum muda berpuasa adalah titik terang masa depan Islam. Keinginan mereka mencari makna puasa melalui kreativitas berbagai ekspresi keagamaan, mampu menumbuhkan tradisi keagamaan baru yang dinamis dan terbuka. Tradisi keagamaan yang sesuai dengan era, zaman, dan tantangan hidup. Yang lebih penting dari itu semua, fenomena puasa muslim generasi pop menorehkan harapan bagi kelahiran generasi baru yang terbuka dengan modernitas tanpa harus kehilangan identitas sebagai muslim. Generasi Slanker yang tidak keblinger.(14m)
SAMBUTAN WALIKOTA TARAKAN
Pada Acara
MEMPERINGATI HARI SUMPAH PEMUDA/HARI PEMUDA
Tarakan, 28 Oktober 2007
______________________________
Assallamu alikum Wr. wb. Para Pemuda dan Hadirin yang berbahagia, Tujuh puluh sembilan tahun adalah suata masa dan perjalanan yang cukup panjang bagi suatu generasi bangsa ketika itu, 28 Oktober 1928 silam, pemuda Indonesia dan berbagai kalangan berkumpul di Jakarta, mengucapkan suatu tekad dalam ikrar yang dikenal dengan sumpah pemuda. Hari ini, kita semua kembali memperingati hari bersejarah yaitu Hari Sumpah Pemuda/Hari Pemuda. Ini menunjukkan bahwa sebagai bangsa yang besar selalu menghargai dan menjunjung tinggi jasa dan pengorbanan para pejuang dalam mencapai dan menegakkan kemerdekaan Republik Kementerian negara pemuda dan olahraga telah menetapkan tema peringatan hari sumpah pemuda ke-79 tahun ini adalah ”Meningkatkan solidaritas, integritas, dan profesionalisme pemuda menuju bangsa yang sejahtera dan bermartabat. Tema demikian mengandung makna bahwa pemuda Untuk itu saya bersyukur, marilah kita memanjatkan do’a kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa, agar kita semua, terutama generasi muda diberi kekuatan lahir dan bathin dalam meneruskan perjuangan membangun bangsa dan negara untuk mewujudkan kehidupan masa depan yang lebih baik. Peserta Upacara yang Saya hormati, Setiap kita memperingati hari-hari yang bersejarah , kita perlu mengenang sejenak, betapa besar perjuangan para pendahulu , para pejuang bangsa dalamn menegakkan kemerdekaan yang telah dicapai pada masa pejuangan itu, dilakukan secara kompak terpadu antara masyarakat dengan semua kekuatan yang ada. Perjuangan mereka tidak mengenal waktu, perjuangan mereka tidak dapat dinilai, karena tanpa mempertimbangkan harta benda maupun keluarga. Mereka hanya ingin mencapai satu tujuan yaitu merdeka. Sumpah Pemuda Tahun 1928 merupakan suatu keputusan yang lahir dari berbagai diskusi dan pembicaraan panjang para pemuda Pemuda harus menjadi ujung tombak dan pionir perjalanan bangsa ini, serta harus mampu pula mengemban amanat reformasi. Kita jangan sampai terjebak pada fase pertentangan dan diskusi yang sebetulnya tidak perlu yang hanya membuang energi dan tenaga saja. Tantangan kedepan semakin berat dan komplek. Era perdagangan bebas dan investasi sudah berada dihadapan kita. Era globalisasi dan tekhnologi informasi itu menuntut adanya kualitas SDM bangsa yang handal utnuk memenangkan persaingan yang semakin tajam. |
Hari Sumpah Pemuda yang jatuh setiap tanggal 28 Oktober memiliki makna yang strategis dalam sejarah perjuangan bangsa
Peristiwa Sumpah Pemuda mewariskan sejarah tentang sikap yang menunjukkan semangat, yaitu cara berpikir, perilaku dan tindakan para pemuda (yong) dari berbagai daerah di
Karakter para pemuda yang mengutamakan wawasan kebangsaan itulah yang menjadikan para pemuda kita mau bersatu, sekaligus menjadi pendorong para pejuang untuk merebut kemerdekaan 17 tahun kemudian, melalui peristiwa pembacaan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945.
Menelaah makna Sumpah Pemuda, sedikitnya mengandung empat hal yang melatarbelakanginya. Pertama, perlakuan yang tidak mengenal perikemanusiaan dan perikeadilan dari penjajah kepada penduduk asli, demi kepentingan bangsa penjajah. Kedua, munculnya kesadaran politik para generasi muda pelaku sejarah. Pengalaman menunjukkan setiap pemberontakan yang bersifat kedaerahan selalu gagal.
Ketiga, munculnya kesadaran untuk menjadi bangsa yang merdeka, sehingga tak ada lagi penindasan dan ketidakadilan. Keempat, dengan semangat persatuan akan tercapai kemerdekaan.
Yang menjadi pertanyaan kini, apakah setelah kemerdekaan tidak akan ada lagi penindasan dan ketidakadilan?
Semangat persatuan dalam Sumpah Pemuda selama kurun waktu tahun 1945 hingga tahun 1949 menjadi acuan utama dalam mempertahankan proklamasi kemerdekaan, yang diindikasikan oleh kekompakan bangsa ini untuk menyukseskan pelaksanaan tiga strategi utama. Intinya, secara politis menerapkan sistem politik demokrasi liberal sesuai gelombang demokrasi yang dikembangkan saat itu, de facto merebut kekuasaan di tangan penjajah dengan berbagai peristiwa heroik dan secara de yure berjuang melalui diplomasi untuk mendapatkan pengakuan internasional sampai diakuinya penyerahan kedaulatan tahun 1949.
Ciri utama sistem politik waktu itu adalah multy party system, pers yang bebas, konflik antarpartai, upaya perebutan kekuasaan, politik divide et impera bentukan Van Mook untuk membentuk negara-negara. Namun, semangat persatuan mempertahankan kemerdekaan tetap ada dan berkobar di hati para pemimpin bangsa.
Pada periode tahun 1949 hingga 1959, semangat persatuan diwujudkan dengan mengubah kembali bentuk negara serikat yang berkonotasi politik divide et impera menjadi negara kesatuan, dengan tetap melanjutkan sistem politik demokrasi liberal berdasarkan UUDS 1950.
Ternyata, dalam pelaksanaan sistem politik itu, semangat persatuan luntur oleh kepentingan partai dan elite politik yang diindikasikan oleh konflik elite dan antarpartai politik, konflik antara elite politik di DPR dengan kabinet karena berkembangnya "mosi tidak percaya."
Akibatnya, terjadi instabilitas pemerintahan yang menyebabkan kerja kabinet berlangsung hanya 4 bulan hingga 2 tahun, munculnya gerakan separatisme di beberapa daerah dan terutama terjadinya konflik ideologi negara apakah berdasar pada Pancasila atau agama.
Jadi, semangat persatuan mengalami ancaman. Karena konflik ideologis yang disertai parlemen tidak bisa bersidang lagi, kondisi itu dianggap Presiden Soekarno telah terjadi kevakuman negara. Maka, Presiden Soekarno membuat dekrit yang membawa negara ini kembali kepada UUD 1945.
Ciri utama sistem politik itu adalah multy party system, pers yang bebas, konflik elite, pemerintahan tidak stabil, berkembangnya separatisme, pemilu yang bebas bersaing, jujur dan adil, konflik ideologis dan dominasi parlemen.
Sistem politik demokrasi liberal itu kemudian diganti dengan sistem politik Demokrasi Terpimpin - hal ini dianggap sebagai implementasi amanat UUD 1945 - dengan tiga kekuatan utama yaitu partai-partai nasionalis, partai-partai agama dan partai komunis, di mana dalam pengambilan keputusan politik, bila tidak tercapai akan diserahkan kepada presiden.
Ciri utama sistem politik Demokrasi Terpimpin adalah party system, pers tidak bebas, tidak ada pemilu, dominasi eksekutif, jika tidak dicapai kesepakatan pengambilan keputusan diserahkan kepada pemimpin (presiden).
Sistem politik itu gagal mempersatukan Nasakom, dengan terjadinya peristiwa G30S/PKI. Bahkan, sistem itu dianggap menyimpang dan menyeleweng dari amanat UUD 1945, sebagaimana kesimpulan hasil seminar "menjelajah trace baru" pada tahun 1966.
Munculnya Jenderal Soeharto sebagai presiden dengan Orde Barunya bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Soeharto kemudian mengganti sistem politik Demokrasi Terpimpin dengan sistem politik Demokrasi Pancasila.
Ciri utama sistem politik ini adalah sistem partai dibatasi, militer dijadikan sebagai kekuatan politik, pers tidak bebas, pemilu tidak bersaing, mobilisasi pemilu, monoloyalitas politik PNS, pemerintahan stabil dan dominasi eksekutif.
Makna kebangsaan, khususnya semangat persatuan sangat mantap karena pendekatan preventif dari aspek keamanan sampai dengan awal tahun 90-an. Sehingga hal itu mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan tingkat kesejahteraan rakyat. Hanya semangat persatuan dalam arti kebersamaan berdasarkan prinsip keadilan diabaikan, sehingga memunculkan persoalan KKN.
Makna stabilitas keamanan yang seharusnya melindungi rakyat terkesan melindungi elite penguasa dan pengusaha sehingga berekses pelanggaran HAM. Karena itu, ketika terjadi krisis moneter yang berakibat terjadinya krisis kepemimpinan dan mengantarkan Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri serta menyerahkan kepada Wapres BJ Habibie.
3 komentar:
Muka Mu Pak....
Kata_kata Mu TUeh Bhe Sok Agamis.........
kwakwakwakwak.........
Puasa Aja Gk Pernah.........
Sipak,,,,,,
eh,...
Ingat NIeh Kah??
pet....
pet,....
pet,...........
Prettttttttt.....
teteteetetetttttttttttttt........
Semangad Yuah Cuy......
maaf Khilaf......
wEiZz G nYaNgKa...
Ternyata SeoRaNg TuMpAk alim jg y..
kAtA2x tHuW bE...
oi komen blik y di icha-cho2straw.blogspot.com
Posting Komentar